Kawasan Industri Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) yang diresmikanoleh Presiden Joko Widodo pada 2015 telah membawa berkah bagi masyarakat. Khususnya di wilayah Bahodopi, yakni salah satu kecamatan di Kabupaten Morowali.
Di wilayah ini, sedikitnya ada dua smelter pengolahan nikel yang beroperasi. Pertama IMIP dan kedua Wanxiang Nickel Indonesia. Kawasan Industri IMIP sendiri ditetapkan sebagai proyek strategis nasional dan sebagai objek vital nasional (Obvitnas) pada tahun 2019. Kawasan ini mempunyai luasan areal sekitar 3.000 hektare, dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 83.000 orang.
Perubahan sosial masyarakat dari agraris ke masyarakat industri sangat nampak jelas di Bahodopi. Salah satu contoh, adanya ledakan migrasi penduduk dari kabupaten-kabupaten di Sulawesi Tengah dan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia.
Efek perkembangan industri menjadikan masyarakat baik penduduk asli atau pendatang mengambil peluang usaha dengan mendirikan kos-kosan bagi para karyawan. Sementara, sebagian lainnya ada yang membuka usaha warung makan, jasa laundry, perbengkelan, dan lain-lain.
“Usaha kos-kosan di Bahodopi itu, awalnya di Desa Fatufia di tahun 2009. Waktu adanya PT BDM (BintangDelapan Mineral) pertama yang buat kos itu Nasrudin seorang pengusaha kayu dan Simon, Kepala Desa Fatufia kala itu. Saat itu, buat kos-kosan masih sederhana bukan seperti sekarang ini. Rumah kos dengan rangka kayu berdinding tripleks bahkan atapnya itu masih pakai atap rumbia (atap dari daun sagu),” ungkap Suryadi, salah satu pemilik kos, warga asli di Bahodopi, Morowali, Sulawesi Tengah, saat ditemui di rumahnya, akhir pekan lalu.
Seiring perjalanan waktu, Kecamatan Bahodopi terus berkembang. Tak hanya di Desa Fatufia, usaha kos-kosan tumbuh tersebar di 12 desa yang ada di Kecamatan Bahodopi. Apalagi saat smelter (pabrik) pertama di Kawasan PT IMIP milik PT Sulawesi Mining Industri mulai beroperasi, kos-kosan tumbuh bak jamur di musim hujan di Bahodopi.
Sebelum smelter berdiri, harga sewa kos-kosan saat itu masih rendah disesuaikan dengan pendapatan karyawan kala itu. Menurut Suryadi, kisaran harga kos-kosan masih Rp300 ribuan perbulan.
“Kalau saya, 2016 bangun kos-kosan. Kebetulan ada lahan kosong dan modal cukup. Baru selesai saya bangun, langsung terisi semua. Nah, ini kan prospeknya sangat bagus. Makanya tahun berikutnya saya bangun lagi,” urai ayah tiga anak itu.