Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu buka suara soal asumsi nilai tukar di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 yang dianggap terlalu tinggi. Dia mengatakan penetapan asumsi itu merupakan langkah antisipasi terhadap kondisi global yang tak tentu.
“Angka itu mencerminkan sikap antisipatif dan konservatif,” kata Febrio ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu, (21/8/2024).
Febrio mengatakan lembaganya tentu selalu memantau kondisi global terbaru. Dia bersyukur dalam jangka pendek banyak aliran modal dari luar negeri yang masuk ke Indonesia. Capital inflow tersebut telah membuat nilai tukar Rupiah menguat terhadap Dollar Amerika Serikat.
Febrio menilai banyaknya aliran modal yang masuk mencerminkan kondisi fiskal RI yang sehat. Dia mengatakan banyak negara lain yang kondisi ekonominya buruk karena gagal menjaga kondisi fiskal. “Sehingga dengan banyaknya negara yang mengalami tantangan, Indonesia termasuk yang diminati,” katanya.
Meski dengan semua kabar baik itu, Febrio menilai pemerintah harus tetap berhati-hati. Maka itu, kata dia, nilai tukar ditetapkan dalam rentang yang cukup konservatif. “Kami menggunakan horizon yang lebih lengkap, sehingga kami bisa mendapatkan asesmen yang lebih lengkap,” kata dia.
Sebelumnya, pemerintah telah menyerahkan dokumen RAPBN 2025 untuk dibahas dengan DPR. Dalam RAPBN itu pemerintah menetapkan asumsi nilai tukar sebesar Rp 16.100/US$. Angka ini lebih tinggi dari yang disepakati antara pemerintah dengan DPR dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF), yaitu Rp 15.300-Rp 15.900.
Tingginya asumsi Dolar dalam RAPBN 2024 juga disoroti oleh Fraksi PDI Perjuangan di DPR. Juru bicara Fraksi PDI Perjuangan Adisatrya Suryo Sulisto mengatakan nilai tukar Rupiah dalam RAPBN dipatok terlalu tinggi, ketika penguatan tengah terjadi.
“Pemerintah malah menetapkan nilai tukar Rupiah senilai Rp 16.000/US$,” kata Adi dalam Rapat Paripurna tentang Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi Atas RUU APBN 2025 beserta Nota Keuangannya.
Adi mengatakan penetapan asumsi nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat itu tak sejalan dengan upaya pemerintah untuk memperkuat nilai tukar. Selain itu, kata dia, asumsi itu juga tidak sejalan dengan proyeksi pelonggaran suku bunga The Fed pada 2025.
Oleh karena itu, PDI Perjuangan meminta asumsi Rupiah pada RAPBN 2025 tetap mengacu pada hasil kesepakatan dalam KEM-PPKF, yakni dalam rentang Rp 15.300 sampai Rp 15.900.