Komnas upayakan indikator femisida masuk ke sistem pencatatan kriminal

Komnas upayakan indikator femisida masuk ke sistem pencatatan kriminal

Arsip – Tangkapan layar Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (3/7/2023). ANTARA/Astrid Faidlatul Habibah

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengupayakan agar indikator femisida masuk ke dalam sistem pencatatan hukum kriminal di Indonesia sehingga data kasus femisida secara nasional bisa didokumentasikan dengan baik.

“Komnas Perempuan menyampaikan indikator femisida ke Menko PMK agar masuk di dalam sistem pencatatan, baik di aparat penegak hukum maupun di BPS, akan kami upayakan,” kata Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi dalam diskusi daring di Jakarta, Selasa.

Perempuan yang akrab disapa Ami itu menjelaskan, hingga saat ini Indonesia belum memiliki data nasional terkait kasus femisida. Hal ini mengingat Badan Pusat Statistik (BPS) masih menggunakan pendekatan dari sisi pelaku dalam statistik kriminal. Selain itu, menurut dia, sistem pencatatan hukum kriminal juga belum pilah gender.

“Kalau ditanya apa tantangannya? Tantangannya karena sistem pendataan kita itu belum bagus di semua lembaga, yang kemudian ini bermuara di BPS. Sehingga kemudian datanya merujuk kepada sistem pendataan di kepolisian yang belum melakukan pemilahan gender atau jenis kelamin korban ataupun motifnya,” kata dia.

Ami mengatakan bahwa kasus femisida dapat diidentifikasi. Hal ini, misalnya, dapat dilihat melalui berita acara pemeriksaan (BAP) yang memaparkan uraian kronologis sehingga dapat dilakukan identifikasi kasus melalui indikator femisida yang dirumuskan Komnas Perempuan.

Adapun Komnas Perempuan juga melakukan pemantauan data sekunder berupa pantauan pemberitaan media daring yang memotret kasus femisida. Meski belum bisa menggambarkan seluruh kasus femisida yang terjadi di Indonesia, data hasil pantauan pemberitaan dari media daring dapat menjadi basis bahwa femisida memang terjadi.

Tantangan lain dalam sistem pendataan, Ami mengatakan bahwa panduan untuk menyusun statistik femisida dari internasional baru ada pada 2022. Panduan tersebut diterbitkan oleh UN Women dan UNODC berdasarkan permintaan dari Dewan PBB. Mengingat masih barunya rekomendasi tersebut, isu femisida belum terintegrasi ke dalam kebijakan-kebijakan di kementerian/lembaga.

Rekomendasi umum Komite CEDAW Nomor 35 Tahun 2017 tentang Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan, mengingatkan bahwa kekerasan berbasis gender menjadi hambatan kritis untuk mencapai kesetaraan substantif antara perempuan dan laki-laki, serta penikmatan hak asasi manusia dan kebebasan dasar perempuan.

Rekomendasi ini mendesak negara pihak untuk secara teratur mengumpulkan, menganalisis dan mempublikasikan data statistik tentang kekerasan terhadap perempuan, dengan fokus khusus pada data administratif tentang pembunuhan terkait gender perempuan dan anak perempuan (femicide/feminicide).

Komnas Perempuan mendefinisikan femisida sebagai pembunuhan terhadap perempuan yang dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung karena jenis kelamin atau gendernya, yang didorong superioritas, dominasi, hegemoni, agresi maupun misogini terhadap perempuan serta rasa memiliki perempuan, ketimpangan relasi kuasa, dan kepuasan sadistik.

Beberapa indikator femisida yang dibangun Komnas Perempuan untuk mengidentifikasi kasus antara lain pembunuhan karena ada unsur kebencian atau kontrol atas perempuan, ada penghinaan terhadap tubuh dan seksualitas perempuan, dan pembunuhan dilakukan sebagai akibat dari eskalasi kekerasan (sebagai bentuk kekerasan paling ekstrem), baik seksual maupun fisik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*