Persoalan deflasi yang dihadapi Indonesia selama lima bulan (Mei-September 2024) menunjukkan perekonomian dari sisi makro sedang tidak baik-baik saja.
Persoalan deflasi ini diperparah sejak peternak susu sapi di Boyolali ramai mengungkapkan kekesalannya dengan membuang hasil susu sapinya dengan jumlah yang besar. Persoalan itu dilatarbelakangi oleh pembatasan kuota di Industri Pengolahan Susu (IPS) dengan serapan susu sapi lokal berkurang secara signifikan (CNN Indonesia, 2024).
Masalah tersebut bukanlah over supply sehingga harga komoditas susu turun melainkan kebijakan pemerintah salah kaprah dengan memberikan perizinan terhadap produk impor susu di saat peternak lokal mengalami penurunan permintaan di domestik. Persoalan ini menunjukkan pemerintah belum serius melakukan proteksi terhadap produk domestik dalam upaya swasembada pangan yang menjadi target pemerintah Presiden Prabowo Subianto selama lima tahun mendatang
Mengurai Persoalan Deflasi
Deflasi merupakan peristiwa penurunan harga sejumlah komoditas tertentu pada waktu tertentu. Deflasi merupakan lawan dari inflasi, yaitu kenaikan harga barang.
Masing-masing peristiwa ini baik inflasi dan deflasi memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pada kasus deflasi yang terjadi di Indonesia selama lima bulan berturut-turut dapat disimpulkan penurunan harga sejumlah komoditas pokok menunjukkan terjadinya penurunan permintaan.
Itu artinya daya beli konsumen mengalami kontraksi sehingga jika dibiarkan dalam jangka waktu tertentu akan berdampak terhadap penurunan output, yaitu Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 2024 ini. Persoalan deflasi jika hanya terjadi dalam satu hingga dua bulan tidak akan menimbulkan masalah, tetapi jika terus terjadi menandakan ada persoalan serius masyarakat menekan pengeluaran (konsumsi) terhadap sejumlah produk sehingga perekonomian menjadi lesu.
Persoalan deflasi dapat dilihat dari mekanisme pasar. Pertama, dari sisi permintaan (demand), turunnya permintaan konsumen membuat harga pasar mengalami penurunan. Hal ini dapat dijelaskan dari masyarakat menekan konsumsi kebutuhan rumah tangga.
Kedua, dari sisi penawaran (supply) sebagian besar produk pertanian mengalami masa panen sehingga over supply (kelebihan penawaran) dan pemerintah menerapkan kebijakan impor produk pertanian yang berdampak fatal sehingga pasar domestik kebanjiran produk impor dan berdampak terhadap penurunan harga dan kerugian besar bagi petani.
Apabila pemerintah dengan sangat serius mewujudkan lumbung pangan nasional maka prioritas utama adalah melakukan proteksi terhadap produk impor pertanian dan memberikan insentif serta kemudahan akses pasar bagi produsen dalam negeri.
Mengatasi Persoalan Deflasi
Fenomena deflasi yang terjadi jika terus dibiarkan akan berdampak terhadap guncangan konsumsi masyarakat sehingga akan menurunkan pendapatan nasional. Dampak lain yang ditimbulkan, yaitu melambatnya proses pembangunan yang dilakukan.
Oleh karena itu, persoalan deflasi ini memerlukan intervensi serius bagi pemerintah di bawah kepemimpinan Prabowo. Pemerintah perlu melakukan kebijakan fiskal ekspansif, yakni menaikkan inflasi dengan membeli produk petani dengan harga yang layak (meningkatkan permintaan agregat) dan melakukan operasi pasar dan memberikan sanksi bagi praktek mafia.
Kemudian membatasi produk impor (mengurangi penawaran dari luar) serta memberikan bantalan dan jaminan sosial bagi produsen yang terkena dampak. Pemberian subsidi dari pemerintah merupakan langkah yang tepat untuk meningkatkan agregat permintaan domestik sehingga menumbuhkan konsumsi masyarakat. Selanjutnya pemerintah perlu memperkokoh investasi dalam dan luar negeri untuk meningkatkan akses permodalan serta meningkatkan permintaan agregat.
Presiden Prabowo melakukan kunjungan kerja ke sejumlah negara dalam beberapa waktu terakhir dan berhasil menyepakati program investasi merupakan langkah yang sudah tepat untuk membangun perekonomian domestik dari investasi luar yang akan masuk. Peningkatan investasi akan berdampak terhadap perbaikan infrastruktur dan pembangunan akses pasar yang lebih luas dalam pemerataan ekonomi nasional.
Proyeksi dan Tantangan ke Depan
Proyeksi mengenai kondisi deflasi di Indonesia akan terus terjadi hingga awal tahun. Hal ini dikarenakan pemerintah akan segera menerapkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% hingga 12% pada awal tahun 2025.
Kebijakan merupakan langkah yang tidak tepat di saat terjadinya penurunan agregat dikarenakan melemahnya konsumsi dan menurunnya realisasi penerimaan pajak di tahun 2024 (Kumparan, 2024). Persoalan kenaikan pajak PPN di awal tahun 2025 merupakan langkah yang tidak tepat di saat pemerintah berupaya memulihkan kondisi deflasi yang terus terjadi dalam beberapa bulan terakhir.
Oleh karena itu, pemerintah harus membatalkan kenaikan tarif PPN hingga perekonomian semakin membaik dalam mendukung kesuksesan program pemerintahan Prabowo yang menguras Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Selain itu, berbagai tantangan ekonomi ke depan seperti masih terjadinya perlambatan ekonomi global (2,7%) sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo di akhir masa jabatan (Kongres ISEI, 2024), hilangnya sejumlah lapangan pekerjaan dikarenakan peran artificial intelligence (AI), dan masih meningkatnya PHK di sektor industri manufaktur membuat upaya pemulihan ekonomi Indonesia di masa depan akan semakin berat.
Oleh karena itu, peran pemerintah sangat diperlukan untuk menyelamatkan industri dalam negeri dengan menumbuhkan pasar dan meningkatkan permintaan ekspor untuk produk lokal serta membatasi keran impor untuk memperbaiki industri dalam negeri. Pemerintah perlu memberikan insentif terhadap industri lokal untuk meningkatkan akses pasar yang lebih luas dan penyederhanaan sistem birokrasi untuk memberikan manfaat besar bagi pembangunan ekonomi domestik.