
Kementerian Kehutanan (Kemenhut) memastikan translokasi Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) ke Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA) yang masih berada di dalam habitat alami di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK).
Kepala Balai TNUK Ardi Andono dalam pernyataan yang terkonfirmasi di Jakarta, Senin, menyampaikan translokasi Badak Jawa adalah proses pemindahan individu badak dari Semenanjung Ujung Kulon ke lokasi yang telah disiapkan secara ekologis dan dinilai aman.
“Jadi tetap di habitat alaminya, area tersebut diatur agar badak tidak berjauhan antara individu jantan dan betina bisa bertemu untuk kawin,” jelasnya.
Ardi mengatakan Operasi Merah Putih Translokasi Badak Jawa bukan memindahkan Badak Jawa ke luar dari kawasan TNUK, karena JRSCA itu masih berada di dalam kawasan konservasi tersebut.
JRSCA, kata dia, bukan habitat buatan tapi merupakan area habitat asli Badak Jawa. Namun pengelolaannya lebih diperketat, termasuk dibuatkan pagar supaya lebih aman, terpantau, dan memiliki peluang lebih besar untuk berkembang biak.
JRSCA merupakan habitat asli dan bagian dari kawasan TNUK yang sejak lama dihuni satwa terancam punah tersebut. Area itu akan difungsikan sebagai lokasi populasi kedua, yang bertujuan mendukung pembentukan populasi baru yang lebih sehat dan berkelanjutan.
JRSCA dengan luas 5.100 hektare dirancang sebagai upaya meningkatkan populasi melalui strategi konservasi yang lebih terukur. Area itu dibatasi oleh pagar yang dibangun bertahap sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2022.
Dengan adanya pagar pengaman, potensi ancaman dari luar dapat diminimalisir, sementara peluang perkawinan alami badak dapat ditingkatkan.
“Kami ingin publik memahami bahwa translokasi ini adalah strategi konservasi serius, bukan berarti mengurung badak, apalagi memindahkannya keluar dari kawasan TNUK. Justru ini wujud langkah nyata menjaga badak tetap di habitat aslinya dengan manajemen yang lebih baik,” jelas Ardi.
Kemenhut lewat Balai TNUK berharap masyarakat luas dapat mendukung langkah konservasi badak jawa dengan program translokasi, karena keberhasilan program tersebut akan menentukan masa depan spesies endemik Indonesia pada habitat alaminya.