Sell America Menggema, Dunia Ramai-ramai Buang Dolar

Uang kertas palsu dengan wajah pendiri Amazon Jeff Bezos terlihat di jalan di Lapangan Santo Markus menjelang pernikahannya dengan Lauren Sanchez, di Venesia, Italia, 24 Juni 2025. REUTERS/Yara Nardi

Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) tengah mengalami tekanan berat sejak Presiden Donald Trump resmi kembali menjabat pada 20 Januari 2025. Pelemahan dolar AS ini merupakan salah satu bentuk dari menggemanya arus “sell America” yang kencang sejak era Trump.

Istilah “sell America” trade merujuk pada situasi di mana investor menjual aset-aset Amerika Serikat, termasuk saham, obligasi, dan instrumen keuangan lainnya, demi beralih ke pasar luar negeri atau aset safe haven seperti emas.

Fenomena ini biasanya terjadi karena adanya kekhawatiran terhadap kondisi ekonomi AS. Di antaranya adalah menurunnya kepercayaan terhadap kelayakan kredit AS, ketidakstabilan fiskal, kebijakan perdagangan yang dinilai proteksionis atau merugikan mitra dagang, serta risiko politik.

Dalam kurun waktu kurang dari enam bulan sejak Trump dilantik, indeks dolar AS (DXY) sudah merosot hingga 9,25%, mencerminkan hilangnya kepercayaan investor global terhadap stabilitas ekonomi Negeri Paman Sam di bawah kepemimpinan Trump.

Indeks dolar bahkan ditutup ditutup di 97,858 pada perdagangan kemarin, Selasa (26/6/2025). Posisi tersebut adalah yang terendah sejak 17 Maret 2022 atau awal perang Rusia-Ukraina.

Pelemahan dolar ini bukan sekadar fenomena pasar biasa. Investor global mulai kehilangan kepercayaan terhadap prospek fiskal dan stabilitas ekonomi AS di bawah kepemimpinan Trump jilid dua.

Sentimen pasar yang negatif diperparah dengan meningkatnya risiko geopolitik dan keputusan lembaga pemeringkat global yang menyiratkan kekhawatiran mendalam terhadap kelayakan utang pemerintah AS.

Ada lima katalis utama yang mempercepat tekanan terhadap dolar AS dalam beberapa bulan terakhir:

1. Kebijakan Tarif Trump dan Ketegangan Dagang Baru

Trump kembali menghidupkan semangat proteksionisme lewat kebijakan “Liberation Day” yang diumumkan pada 2 April 2025.

Dalam pidato resminya, Trump menyatakan bahwa AS harus keluar dari ketergantungan terhadap China dan negara-negara pesaing lainnya. Sepekan setelah pengumuman tersebut, tepatnya 7 April 2025, AS resmi menaikkan tarif impor terhadap produk-produk asal China, Meksiko, Vietnam, Indonesia, dan banyak negara lainnya.

Langkah ini langsung memicu respons negatif dari mitra dagang dan menciptakan ketegangan baru dalam rantai pasok global. Pasar memandang kebijakan ini akan memicu kenaikan harga barang impor, memperburuk inflasi domestik, dan menekan pertumbuhan ekonomi. Ketidakpastian dagang pun membuat investor mengurangi eksposur terhadap dolar AS.

2. Harapan Pemangkasan Suku Bunga AS (Fed)

Para pejabat bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) semakin mendukung kemungkinan pemangkasan suku bunga tahun ini.

Hal ini menekan imbal hasil obligasi AS, membuat dolar kurang menarik bagi investor.

Kera4D

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*